534 Miliar atau Hancurnya 10.000 Hektare Alam Raja Ampat?
Raja Ampat, kawasan konservasi laut dunia di Papua Barat, kini berada di persimpangan antara keuntungan ekonomi dari tambang nikel dan ancaman kerusakan ekosistemnya. Pemerintah disebut menerima pendapatan sekitar Rp 534,93 miliar per tahun dari pajak dan non-pajak tambang nikel yang dikelola di pulau-pulau seperti Gag, Kawe, dan Manuran. Namun, pendapatan ini bertolak belakang dengan potensi kerugian jangka panjang yang jauh lebih besar.
Sektor pariwisata di Raja Ampat, yang selama ini menggantungkan hidup pada keindahan alam dan keberlanjutan ekosistem, menyumbang sekitar Rp 150 miliar per tahun untuk PAD setempat. Ekowisata seperti menyelam, homestay oleh komunitas lokal, dan konservasi laut terbukti mendatangkan manfaat hingga miliaran rupiah bagi masyarakat serta memperkuat pelestarian karang, mangrove, dan kekayaan laut lainnya .
Ironisnya, aktivitas tambang nikel menyebabkan deforestasi langsung seluas lebih dari 500 hektare sejak 2020, dan luas area terdampak bisa mencapai hingga lebih dari 10.000 hektare, berdampak pada terumbu karang, mangrove, serta ekosistem rumput laut yang menjadi habitat bagi ribuan spesies — setidaknya 1.600–2.500 spesies koral dan ikan, serta berbagai fauna endemik seperti penyu dan hiu . Sedimen dari tambang mengotori perairan, mempengaruhi kualitas air, dan berdampak langsung pada pariwisata dan industri perikanan. Penduduk lokal melaporkan penurunan tajam kualitas air dan berkurangnya populasi ikan di perairan setelah tambang beroperasi.
Konsekuensinya bukan sekadar kehilangan alam, tetapi juga risiko penurunan kunjungan wisata hingga 60%, yang berpotensi menggerus pendapatan masyarakat yang sangat bergantung pada pariwisata dan perikanan . Para pelaku usaha pariwisata, termasuk asosiasi hotel dan restoran, meminta agar dampak lingkungan diperhitungkan dan bahkan beberapa izinnya dicabut. Pemerintah sempat menangguhkan operasi tambang di empat pulau, termasuk Gag Island, sembari melakukan penilaian ulang izin tambang dan dampak ekologisnya.
Upaya konservasi alternatif telah menunjukan potensi besar: ekowisata dikelola oleh komunitas berbasis homestay telah berkembang pesat, dengan peningkatan kunjungan dari 5.000 menjadi puluhan ribu wisatawan per tahun. Model ekonomi ini tidak hanya mendatangkan manfaat ekonomi yang terdistribusi ke masyarakat, tetapi juga mengurangi praktik penangkapan destruktif dan meningkatkan perlindungan ekosistem laut .
Pertanyaan yang Harus Diresapi
Apakah Rp 534 miliar/tahun dari tambang sebanding dengan kerusakan yang bisa menghapus 10.000 hektare hutan, ribuan spesies terancam, dan jatuhnya sektor pariwisata yang sejatinya bisa menopang kehidupan komunitas lokal secara berkelanjutan? Keputusan ini menentukan apakah kita memilih keuangan jangka pendek atau memastikan kelestarian warisan alam untuk generasi mendatang.
🧠Kesimpulan
Tambang nikel menawarkan pendapatan menarik, namun menghadirkan dampak ekologis yang berpotensi merusak status Raja Ampat sebagai surga laut dunia. Pariwisata dan konservasi, meski memberikan kontribusi ekonomi lebih kecil, menawarkan efek berkelanjutan dan nilai tak ternilai bagi komunitas lokal. Pilihan yang ada: pertahankan nilai ekonomi jangka pendek atau lindungi kekayaan alam dan budaya yang bisa diwariskan selamanya.
Referensi
Karmini, N. (2025, June 10). Indonesia stops nickel mining operations at top tourist diving destination. AP News.
Reuters. (2025, June 10). Indonesia revokes nickel ore mining permits in Raja Ampat after protest. Reuters.
The Australian. (2025, June 8). No renewing this: tearing paradise apart in clamour for green power. The Australian.
Mongabay. (2025, June 11). Pushback grows against nickel mining in Indonesian marine paradise of Raja Ampat. Mongabay.
Vietnam News Agency. (2025, June 11). Nickel extraction threatens archipelago tourism in Indonesia. VNA News.
Greenpeace Southeast Asia. (2025, June 12). Paradise Lost? How nickel mining threatens the future of one of the world’s most important biodiversity hotspots. Greenpeace.
Tempo.co via Asia-Pacific Solidarity Network. (2025, June 6). Here are Greenpeace’s highlights on the impact of nickel mining in Raja Ampat. Asia-Pacific Solidarity Network.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar